Mukadimah

“Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita miliki sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahawa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya"

Monday, January 30, 2012

SADAR DENGAN SEBUAH KEHILANGAN



Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.

Tidak hairan jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Di suasana serba mudah itulah, WAKTUmenjadi begitu murah. Detik, minit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.

Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan WAKTU cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah WAKTU dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah سبحانه وتعالى).” (Al-Anbiya’: 1)

TANPA TERASA, KITA KIAN JAUH DARI KETELADANAN RASUL DAN PARA SAHABAT

Pergaulan hidup antara manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.

Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti.

Suatu saat, orang tidak merasa berat hati melakukan perbuatan yang dulunya pernah dibenci. Dan itu bukan lantaran keterpaksaan. Tapi, karena adanya pelarutan dalam diri terhadap nilai-nilai yang bukan sekadar tidak pernah dicontohkan Rasul, bahkan dilarang. Sekali lagi, perlahan tapi pasti (Slowly But Surely).

Anas bin Malik pernah menyampaikan sebuah ungkapan yang begitu dahsyat di hadapan generasi setelah para sahabat Rasul. Anas mengatakan,

♥ ♥ ♥ ♥ “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan beberapa amal perbuatan yang dalam pandanganmu remeh, sekecil rambut; padahal perbuatan itu dahulu di masa Nabi kami anggap termasuk perbuatan yang merusak agama.” (Bukhari)

TANPA TERASA, KITA JADI BEGITU ASING DENGAN ISLAM

Pelunturan terhadap nilai yang dipegang seorang hamba Allah terjadi tidak serentak. Tapi, begitu halus: sedikit demi sedikit. Pada saatnya, hamba Allah ini merasa asing dengan nilai Islam itu sendiri.

Ajaran Islam tentang ukhuwah misalnya. Kebanyakan muslim paham betul kalau orang yang beriman itu bersaudara. Saling tolong. Saling mencintai. Dan, saling memberikan pembelaan. Tapi anehnya, justru nilai-nilai itu menjadi tidak lumrah.

Semua pertolongan, perlindungan, pengorbanan kerap dinilai dengan kompensasi. Ada hak, ada kewajiban. Ada uang, ada pelayanan. Tiba-tiba seorang muslim jadi merasa wajar hidup dalam karakter individualistik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang dai merasa enggan berceramah di suatu tempat karena nilai bayarannya kecil. Sekali lagi, tak ada wang, tak ada pelayanan.

Firman Allah سبحانه وتعالى

♥ ♥ ♥ ♥ “Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu ….” (Al-Isra’: 86-87)

TANPA TERASA, KITA TAK LAGI DEKAT DENGAN ALLAH سبحانه وتعالى

Ketika seorang hamba melupakan Tuhannya, Allah akan membuat orang itu lupa terhadap diri orangnya sendiri. Ada krisis identitas. Orang tak lagi paham, kenapa ia hidup, dan ke arah mana langkahnya berakhir.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya,

♥ ♥ ♥ ♥ “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr: 19)

No comments: